Lampung adalah salah satu provinsi di Pulau Sumatera bagian Selatan.
Wilayahnya sendiri berbatasan langsung dengan provinsi Sumatera Selatan,
Bengkulu dan Selat Sunda. Masyarakat Lampung merupakan masyarakat yang
berasal dari beragam suku di Indonesia. Hal ini karena Lampung adalah
salah satu daerah tujuan transmigrasi. Kondisi masyarakat Lampung
kekinian yang heterogen tidak membuat provinsi ini kehilangan jati diri
atau identitas kedaerahanya. Lampung memiliki beragam kebudayaan daerah
yang masih bertahan sampai saat ini. Lampung juga memiliki masyarakat
asli etnis Lampung yang dikenal dengan Ulun Lampung (orang lampung).
Masyarakat suku ini mendiami seluruh wilayah Lampung, sebagian Sumatera
Selatan dan Bengkulu bahkan sampai ke Pantai Cikoneng Banten.Masyarakat
Ulun Lampung merupakan etnis asli Lampung yang berasal dari dataran
tinggi Sekala Brak yang merupakan puncak tertinggi di wilayah Lampung.
Beragam kebudayaan daerah asli Lampung pun merupakan kebudayaan asli
dari suku ini.
Masyarakat Ulun Lampung adalah penghasil berbagai kerajinan tradisional, salah satu yang paling popular adalah Kain Tapis Lampung.
Kain Tapis Lampung merupakan kain sarung yang terbuat dari tenunan
benang kapas yang dihiasi dengan motif sulaman dari benang sugi, benang
perak atau benang emas. Selain menjadi hasil kerajinan khas lampung,
kain ini juga menjadi bahan dasar dari pakaian adat lampung. Kain ini
mencirikan kekhasan orang Lampung, sehingga selalu dipakai sebagai
kelengkapan pakaian adat Lampung.
Pakaian
adat Lampung sendiri terdiri dari bebarapa komponen. Untuk para kaum
lelaki, pakaian terdiri dari ikat kepala (kikat) atau kopiah, kawai
sebagai penutup badan yang terbuat dari bahan kain tetoron atau belacu
berwarna terang tapi sekarang sudah mengalami modifikasi menjadi
berbentuk kemeja (kamija) yang disebut dengan kawai
kamija. Untuk menutupi bagian bawah dikenakan senjang yaitu kain yang
dibuat dari kain Samarinda, Bugis atau Batik Jawa. Namun, sekarang lebih
banyak digunakan celana (celanou) sebagai pengganti senjang. . Untuk mempererat ikatan kain (senjang) dan celana di pinggang laki-laki digunakan bebet
(ikat pinggang). Laki-laki Lampung biasanya menggunakan selikap atau
kain selendang yang dipakai untuk penahan panas atau dingin yang
dililitkan di leher. Kelengkapan busana ini biasa digunakan pada saat
acara-acara resmi seperti pernikah dan acara adat. Sementara untuk
sehari-hari para lelaki hanya menggunakan ikat kepala (kikat).
Untuk
pakaian adat tardisional kaum perempuan Lampung terdiri dari lawai
kurung sebagai penutup badan yang berbentuk seperti baju kurung dan
terbuat dari bahan tipis atau sutera di tepi muka serta lengannya
dihiasi rajutan renda halus. Untuk menutupi bagian bawah para wanita
juga menggunakan senjang atau cawol (kain tapis) serta
setagen untuk mempererat ikatan. Sebagai kain dikenakan senjang atau
cawol, sedangkan wanitanya menggunakan setagen. Kaum perempuan biasanya
melengkapi penampilannya dengan menyanggul rambutnya (belatung buwok).
Keunikan dari sanggul ini terdapat pada cara menyanggul rambut ini yang
dilakukan dengan merajut benang hitam halus untuk melilit rambut asli
yang disatukan dengan rambut tambahan kemudian ditusuk dengan bunga
kawat atau kembang goyang. Sementara sebagai pakaian keseharian
perempuan lampung hanya menggunakan kanduk/kakambut atau kudung yang
dililitkan di kepala, bahannya terbuat dari kain sutera. Kain ini juga
bisa digunakan untuk menggendong bayi.
Khusus
dalam upacara perkawinan, pakaian yang dipakai pengantin perempuan
adalah kebaya (kebayou) yang terbuat dari kain beludru dengan motif
sulaman benang emas dan senjang (atau cawol) yang terbuat dari kain
tapis berhiaskan sulaman benang emas dengan hiasan siger. Sedangakan
sebagai aksesoris dikenakan siger yang terbuat dari lempengan kuningan
dengan berhiaskan rangkaian bunga. Siger ini berlekuk ruji tajam,
jumlahnya sembilan lekukan di depan dan di belakang (siger tarub) dalam
setiap lekukan terdapat hiasan bunga cemara dari kuningan (beringin
tumbuh). Di puncak siger terdapat hiasan serenja bulan atau kembang hias
yang menyerupai mahkota berjumlah satu sampai tiga buah yang memiliki
lengkungan yang beruji tajam dan bagian atasnya berhiaskan bunga. Badan
pengantin pun ditutupi lagi dengan sesapur, yaitu baju kurung bewarna
putih, baju ini tidak berangkai pada sisinya dan di tepi bagian bawah
berhias uang perak yang digantungkan berangkai (rambai ringgit). Kain
yang dipakai adalah kain tapis dewo sanow (kain tapis dewasana). Kain
ini terbuat dari bahan katun bersulam emas dengan motif tumpal atau
pucuk rebung. Pinggang mempelai wanita dilingkari bulu serti atau
sejenis ikat pinggang yang terbuat dari kain beludru berlapis kain
merah. Bagian atasnya berhiasakan kuningan yang berbentuk bulatan
kecil-kecil. Di bawah bulu serti dikenakan pending, yaitu ikat pinggang
dari uang ringgitan Belanda yang di bagian atasnya bergambar ratu
Wihelmina. Aksesoris lainnya adalah mulan temanggal atau kalung yang
berbentuk tanduk ntanpa motif terbuat dari kuningan, uang Arab dinar di
gantungkan di atas sesapur tepat di atas perut yang dikaitkan dengan
penitik, kemudian buah jukum yaitu hiasan berbentuk buah-buah kecil di
atas kain yang dirangkai menjadi kalung untaian bunga dan dipakai
melingkar mulai dari bahu ke bagian perut sampai ke belakang, serta
gelang burung yang dipakai pada kedua lengan atu bahu, di bagian atas
direkatkan bebe, yaitu sulaman kain halus yang berlubang-lubang dan
gelang kana yang dipakai di lengan atas dan bawah. Sementara pengantin
laki-laki memakai kopiyah mas sebagai mahkota, berbentuk bulat ke atas
dengan ujung beruji tajam. Bahannya sendiri terbuat dari kuningan dengan
hiasan karangan bunga. Badan pengantin pria ditutup dengan sesapur
warna putih berlengan panjang. Bagian bawah ditutup dengan celanou
(celana) panjang dengan warna sama dengan warna baju. Pada pinggang
dibalutkan tapis bersulam benang emas penuh diikat dengan pending,
bagian dada dilibatkan selendang sutra yang disulam dengan benang emas
membentuk silang limar. Perlengkapan lain yang menghiasi pengantin pria
sama seperti yang dikenakan oleh mempelai wanita.
Setiap
kebudayaan yang ada dan berkembang di setiap daerah pasti memiliki
nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, begitupun pakaian
adat Lampung. Dalam pemakaian baju adat Lampung penggunaan kain tapis
menjadi bagian paling penting yang tidak boleh terlewatkan. Hal ini
adalah sebagai bentuk manifestasi keluhuran adat istiadat masyarakat
ulun lampung yang dicirikan dengan kain tapis sebagai bentuk kearifan
local. Selain itu, kain tapis juga mengandung nilai filosofis yang kuat
pada setiap motifnya. Secara umum, kain tapis menyimbolkan kesucian yang
dapat melindungi pemakainya dari segala kotoran. Hal lain yang
tergambar dari kesatuan motif kain tapis adalah lambang dari kebesaran
pencipta alam. Dalam seiap motif kain tapis selalu digambarkan keindahan
alam semesta berupa flora atu fauna. Dengan begitu, para pemakainya
dapat merenungi dan mengakui kebesaran Tuhan dalam menciptakan alam
semesta ini. Tidak hanya kain tapis, komponen lain dalam kelengkapan
pakaian adat lampung juga memiliki falsafah tersendiri. Seperti siger
yang dipakai oleh pengantin perempuan di kepala yang melambangkan
kehormatan dan kebesaran adat. Mahkota ini juga bermakna penghormatan
terhadap harkat derajat kaum wanita. Dalam baju adat Lampung, perempuan
dicitrakan sebagai sosok yang dihormati, lemah lembut, berkepribadian
baik juga santun dan hormat pada kaum laki-laki. Begitupun laki-laki,
karakter keperkasaan dan keberanian laki-laki juga tergambar dari
kelengkapan busana laki-laki. Jiwa kepemimpinan laki-laki tergambar
melalui penutup kepala yng melambangkan keteguhan dan kecerdasan dalam
berpirkir.
Sampai
saat ini, pakaian adat lampung masih digunakan oleh masyarakat lampung
ataupu masyarkat pendatang dalam acara-acara sacral seperti resepsi
pernikahan. Sebagian masyarakat ulun lampung juga menggunakannya dalam
acara-acara adat yang digelar. Pakaian adat ini juga mengalami banyak
modifikasi sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini tidak mengapa,
asalkan pengembangan ataupun modifikasi tersebut tidak menghilangkan
nilai-nilai sacral yang terkandung di dalam pakaian adat Lampung.(sumber : http://kebudayaanindonesia.net)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar